I don’t own Kuroko no Basuke
Glare © 2014 by MizuRaiNa
AkaKise // Oneshot // Sho-ai //
Romance // Fluff // for VilettaOnyxLV
// #4 of #365StoriesProject
..
Kiseki
no Sedai diperintahkan untuk menatap Akashi yang diumpamakan menatap lawan
ketika pertandingan berlangsung. Kise telat, tak tahu-menahu kenapa dia
dipanggil menghadap Akashi. / "Tatap aku." / "Um, Akashicchi.
Kau tidak marah, 'kan?" / Dan, Kise menyaksikan sebuah gunting melayang
padanya.
..
Akashi melangkahkan shogi dengan
tangan kiri menopang dagu. Dahinya berkerut—bukan, bukan karena ia memikirkan shogi yang dimainkannya secara personal.
Tapi karena sebuah pertanyaan melintas di pikirannya. Kenapa Midorima Sintarou belum
datang juga? Ia tak ingin tugas sepele yang diperintahkan pelatih kepadanya
memakan waktu lama.
Ya, Akashi yang notabene kapten tim basket SMP Teiko atau biasa disebut
Kiseki no Sedai ini diperintahkan untuk mengecek dan memberikan pelajaran pada
kelima anggota dalam memandang lawan saat pertandingan berlangsung. Seharusnya
ini tugas Momoi, tapi ia berhalangan hadir hari ini karena ada tugas tambahan.
Akashi sebenarnya ingin memprotes, apa hal kecil seperti itu perlu diperhatikan?
Tapi pride-nya lebih memilih untuk
tetap diam demi menjaga imej cool-nya.
“Ryouta masih ada sesi pemotretan. Mungkin beberapa menit ke depan bar
u
ada.” Midorima membenarkan frame kacamatnya,
lalu memberikan laporannya setelah memberitahukan pada anggota tim inti Touko
perintah dari Akashi itu.
Akashi sedikitpun tak mengalihkan perhatian dari bidak-bidak shogi yang ada di hadapannya. “Biarkan
dia. Masuklah satu per satu.” Midorima tak menjawab, ia segera meninggalkan
ruangan. Melaksanakan perintah dari Akashi.
Kuroko Tetsuya masuk. Ia dan ketiga anggota GoM—kecuali Kise—memang telah diberitahukan
apa yang harus dilakukan di dalam ruangan. Hanya menatap mata Akashi seakan
yang dihadapinya itu musuh di lapangan, begitu kurang lebih penjelasan
penjelasan dari Midorima.
Datar dan dingin. Itulah kesan yang ditangkap Akashi dari tatapan Kuroko
hanya dalam hitungan detik. Akashi kembali menopang dagunya dengan tangan kiri,
lalu memajukkan sebuah bidak shogi. “Ganti,”
ucapnya singkat nan datar.
Mendengar satu kata perintah itu, seketika Kuroko berbalik dan keluar
ruangan. Siapa sih yang tak tahu perintah dari Kapten Basket Teiko itu absolut?
Midorima, Aomine, dan Murasakibara masuk secara bergiliran. Midorima
memberikan tatapan tajam dan sesekali membenarkan frame kacamatanya. Aomine menatap Akashi dengan pandangan
meremehkan dan bosan—ia sempat memutar bola matanya. Dan Murasakibara, ia masuk
dengan snack dalam genggamannya,
langsung saja Akashi menyuruhnya menyimpan snack
itu dan memerintahkan memandang padanya. Murasakibara tak begitu peduli
dengan Akashi, ia malah mencuri pandang ke arah snack miliknya yang tergeletak tak berdaya.
Sekitar sepuluh menit, Akashi sudah mendapatkan hasil cukup memuaskan dari
keempat anggota Kiseki no Sedai itu. Namun, satu lagi. Seorang model bernama Kise
Ryouta yang belum lama ini menjadi anggota tim inti Touko.
Tuk tuk tuk
Akashi tak menyahut. Ia sudah bisa menebak siapa di balik pintu itu.
Perlahan, pintu terbuka. Menampakkan sesosok pemuda berkemeja putih garis-garis
dengan dasi merah sedang menggaruk kepalanya. Ya, siapa lagi kalau bukan Kise.
Kise yang melihat Akashi yang berkutat dengan shogi tanpa peduli dirinya masuk ruangan itu menghampiri Akashi,
berdiri di hadapan pemuda bersurai merah itu. “Akashicchi, gomen ne. Aku terlambat-ssu.”
Kise menampakkan seulas senyum yang terlihat kaku.
Setelah memindahkan bidak shoji,
Akashi sedikit mendongak. “Tatap aku.”
E-eh? Menatap? Maksudnya-ssu? Kise bertanya-tanya dalam hati. Kenapa
dia disuruh menatap kaptennya yang menyeramkan itu? Bisa mati dia jika
berhadapan dengan deathglare milik Akashi—oke,
ini terlalu berlebihan.
Kise menggaruk pipinya yang tak gatal. Aura mencekam yang menguar dari
Akashi mempersuram atmosfer di ruangan ini. Jangan-jangan, Akashi marah karena
ia datang terlambat? Ya, mungkin seperti itu. “Um, Akashicchi. Kau tidak marah,
‘kan?”
Akashi kembali memainkan shogi.
Tanpa melihat Kise, ia melayangkan sebuah gunting yang ada di mejanya. Hampir saja
gunting itu mengenai pipi mulus Kise jika ia tak menghindar.
Akashi menatap Kise dengan pandangan lebih tajam dari sebelumnya. “Kubilang,
tatap aku. Ini perintah.”
Kise bergidik ngeri membayangkan gunting tadi menusuk pipinya, atau bahkan
mengenai matanya. Tak mau mendapatkan gertakan lebih jauh lagi, ia memandang
Akashi dengan ekspresi yang sulit dijelaskan—tentu saja ia masih ketakutan.
Satu detik ...
Diperhatikan baik-baik, kok
wajah Akashi itu imut-ssu? batin Kise
dalam hati.
Dua detik ...
Ya, ya, walaupun ngeri,
Akashicchi itu imut. Coba kalau senyum ... Tanpa sadar, Kise melengkungkan
sudut-sudut bibirnya, menampakkan senyuman manis sampai-sampai matanya ikut tersenyum—eye smile khasnya.
Tiga detik ...
Demi apa Akashi menyeringai tipis—walau samar—karena melihat senyuman Kise?
Yah, walaupun Akashi tahu dan pernah melihat Kise kadang tersenyum ketika
bertanding atau sering memamerkan senyum, tapi baru kali ini ia merasa senyuman
Kise benar-benar manis.
“Ryouta, mendekat padaku.”
Apalagi ini? Masih mempertahankan senyuman di bibirnya, Kise maju selangkah
dan sedikit membungkukkan dirinya. Tangan Akashi yang biasa memainkan
bidak-bidak shogi itu membelai pipi
Kise, hingga jemarinya membawa wajah itu pada wajahnya. Bibir Kise menyentuh
bibir Akashi.
Bola mata Kise terbelalak. Akashi menciumnya!
Perlahan, Akashi melumat bibir bawah Kise, mendorongkan lidahnya memasuki
rongga mulut Kise. Kise mematung ditempat dengan perasaan tak menentu. Sensasi
apa ini? Kenapa ... begitu sukar dijelaskan?
Terhanyut, sampai-sampai lima menit telah berlalu. Dan Kise yang kehabisan
pasokan oksigen seketika menghentikan ciuman sesaat yang memabukkan itu.
“Kau jangan menampakkan senyuman seperti itu jika tak ingin mendapat
‘serangan’ dari musuhmu.” Seringai di bibir Akashi semakin mengembang. Kise diam
tak berkutik. Mengsinkronkan apa yang barusan terjadi dengan ucapan yang
dikatakan Akashi barusan.
Tapi Kise tak menemukan titik terang sedikitpun. Dan ... yang lebih penting
... tadi Akashi menciumnya? Mencium bibirnya? Dan ia juga ... tak memberikan
perlawanan malah menikmatinya? Rona merah mulai menjalar ke pipinya, dengan
jantung yang berpacu cepat. Duh, kenapa Kise jadi seperti perempuan yang jatuh
cinta sih?
“Ryouta, kau masih kurang terlatih.” Ambigu. Entah itu maknanya tentang
menatap lawan, atau ciuman yang barusan? Hanya Akashi dan Tuhan yang tahu.
Ceklek
Pintu terbuka. Sesosok Midorima berjalan menghampiri mereka berdua.
“Masalah ini, kita bicarakan nanti secara pribadi.” Akasi menyeringai. Membuat
Kise lagi-lagi terpaku di tempat.
What the hell? Apa maksud dari
semua perkataan Akashi itu? Dan ... yang lebih penting, kenapa Akashi
menciumnya seperti yang bernafsu padanya? Yah, pertanyaan itu Kise yakin tak
akan menemukan jawabannya. Pola pikir seorang Akashi Seijurou memang sulit
ditebak.
Menyadari ia terlalu lama terdiam di tempat, dan bahkan Midorima kini
berada di sampingnya, Kise berbalik. Ia melangkah dengan agak sempoyongan seperti
orang linglung. Yeah, salahkan pada Akashi yang tiba-tiba bertindak nekat
seperti tadi.
.
.
.
.
.
—FIN