#11 Keep Inside


.

..
Keep Inside © 2014 by MizuRaiNa/Amacchi
Original Fiction // Genre : Romance, Hurt, Friendship // Ficlet
#11 of #365StoriesProject
..
Aku ... menyimpan perasaan pada sahabat lelakiku. Perasaan yang seharusnya tak pernah ada.
Karena sahabatku yang lain ... juga mencintainya.
..

“Gni, mau pulang bareng?” ajak seorang lelaki padaku yang sedang merapikan buku tulis pelajaran fisika di jam terakhir ini.

Aku menoleh ke arahnya. Ia berdiri tepat di samping kanan mejaku dengan seulas senyum tipis.

Sebuah kerutan tampak di keningku. Seolah-olah aku sedang mempertimbangkan ajakannya tersebut. “Ng... gimana yah? Kayaknya gak bisa sekarang deh. Aku ada keperluan di perpustakaan. Kamu pulang bareng Ino aja,” jawabku. Aku tersenyum palsu padanya.

Omong kosong. Kata-kata yang kuucapkan tadi sebagai alasan itu sebenarnya hanya karanganku semata. Walaupun hari ini jadwal piket perpustakaanku, aku hanya bertugas ketika jam istirahat.

Kulihat senyuman di sudut bibirnya memudar. Ekspresinya berubah seperti biasa—datar.

“Yah, baiklah kalau begitu.” jawabnya disertai dengan nada keluhan. Ia menghela napas panjang. Aku hanya sedikit terkekeh melihat reaksinya. Jarang sekali ia menunjukkan ekspresinya dengan yang lain. Kecuali dengan sahabat-sahabatnya—aku dan gadis bersurai panjang sepunggung yang ceria itu, Raisha.

Kemudian aku berusaha menunjukkan seulas senyum.

“Aku duluan ya.” Aku tak berkata lagi namun hanya mengangguk. Ia membalikkan tubuhnya dan mulai melangkah keluar kelas.


“Aku rasa aku menyukai Kevin, Gni!”

“Em... eh? Apa?”

“Kamu gimana sih? Ini lho, baru-baru ini aku menyukai Kevin. Aku pikir, dia itu tipe cowokku. Tapi kenapa ya, gak dari dulu, waktu kita masih sekelas aku menyadarinya? Atau dari SMP? Kita bertiga ‘kan sudah dari dulu bersahabat.”

“...”

“Kamu kok diem aja deh? Gimana pendapatmu? Kevin ‘kan sahabat kita.”

“Tenang aja. Aku pasti mendukungmu kok. Masa sih aku gak ngedukung sahabatku sendiri?”

“Makasih Agni! Kamu memang sahabatku yang paliinggg baik. Oh iya, kamu ‘kan sekelas sama dia. Jangan dulu bilang ke dia ya. Aku sendiri nanti yang akan memberitahunya. Bisa gak kalau pulang, aku hanya berdua dengannya. Minggu innniii aja. Yah yah... please...!”

“Ok deh.”


Senyuman yang aku pasang langsung hilang seketika saat mengingat percakapan antara aku dan Raisha. Aku mendudukkan kembali diriku di bangkuku. Cairan bening sepertinya akan tumpah membasahi pipiku. Namun aku tahan sebisa mungkin.

Aku mencoba untuk mengendalikan emosi. Sesak. Dadaku sangat sesak ketika menahan airmata yang berlomba-lomba ingin keluar dari pelupuk mataku.

Agni, kau memang seharusnya melakukan hal ini. Menjauhi dirinya. Aku tak ingin perasaan yang muncul di hatiku semakin berkembang. Sudah cukup aku bisa menjadi sahabatnya. Aku tak ingin mengingkari janji yang  sekaligus menyakiti perasaan sahabatku sendiri.

Raisha, tahukah kau bahwa bukan hanya kau saja yang menyimpan perasaan pada dia?

Andai saja kau tahu perasaan ini telah ada jauh hari sebelum aku, kamu dan dia bersahabat, apa yang akan kau lakukan? Apa tindakanmu akan sama seperti yang kulakukan saat ini? Rela mengubur dalam-dalam perasaan demi persahabatan kita tak hancur?

Ah, sepertinya pikiranku semakin kelam. Jauh menerawang ke masa lalu di tengah kesunyian kelas yang sudah tak ada lagi murid di kelas selain aku.

Biar saja. Toh tak ada yang harus kukerjakan saat ini.

Aku tersenyum getir. Semoga kau berhasil Raisha. Sebagai sahabat, aku—

Kutelan ludah dengan susah payah.

—akan mendukungmu, tenang saja. Aku hanya akan menyimpan dalam-dalam perasaan ini di paling dasar hatiku.
.
.
“Gni, kita selamanya akan bersahabat, ‘kan?”

“Nggak! Aku gak mau sahabatan sama cowok macam kamu.”

“...”

“Bercanda! Ahahaha lihat ekspresimu. Lebih jelek dari banteng yang ada di matador.”

“...”

“Kau masih marah? Iya, iya, Kevin dan Agni, bersahabat selamanya!”
.
.
Somehow, I miss being your best friend without this feeling. If I could, I hope I could throw it away ...
.
.
FIN

Your Reply