Harapan untuk Menggapaimu


.


Harapan untuk Menggapaimu © 2012 by Amacchi
Original Fiction // Oneshot // Romance

Hari yang paling aku sukai adalah hari kamis—tentunya setelah hari minggu. Tahukah kalian mengapa aku menyukai hari ini? Tapi jangan salah kira. Bukan untuk memberikan sesajen atau sekedar membakar menyan. Aku tak pernah melakukan hal seperti itu. Itu kan malam jum’at. Yang aku maksudkan adalah hari kamis siangnya atau ketika malam kamis.

Aku beritahukan saja. Aku senang dengan hari itu karena dari jam tujuh pagi sampai jam dua siang aku tak perlu susah-susah memeras otakku. Well, bukan berarti aku tak suka menggunakan sel-sel otakku. Melainkan aku terlalu jenuh dengan pelajaran-pelajaran yang menggunakan hitungan dan tentu saja terdapat banyak sekali rumus. Kalian juga banyak yang sependapat denganku kan? Nah, pelajaran-pelajaran di hari kamis untuk kelasku adalah TIK, KWN—biasa disebut PKN, PAI dan KTI—bahasa Indonesia.

Itulah faktor yang membuatku dengan senang hati menyambut datangnya hari kamis. Sehingga ketika malam kamis aku tak perlu repot-repot untuk mengerjakan tugas-tugas—karena guru-guru mata pelajaran tersebut jarang bahkan hampir tak pernah memberikan tugas—. Aku bisa melakukan aktivitas-aktivitas yang bisa merilekskan sel-sel otot dan otak. Yah bisa dikatakan refreshing. Namun tidak dengan pergi ke luar rumah untuk melaksanakannya. Cukup duduk manis di meja belajar sambil mengutak-ngatik leptop atau membaca buku novel yang kupinjam dari perpus atau temanku. Sebagai selingan, aku juga memainkan handphone-ku. Tapi sepertinya sering sih. Soalnya di kamis malam frekuensiku memainkan Hp cukup tinggi. Hehe, ada seseorang yang biasa diajak ngobrol sih.

Drrrt drrrt

Handphone-ku bergetar saat ada sebuah sms masuk. Aku meraih handphone-ku yang kusimpan di samping laptopku. Aku melihat nama yang tertera di sana. Membuatku tanpa sadar menarik sedikit sudut bibirku ke atas.

‘Hei, km lg ngapain?’ Itulah isi sebuah kalimat yang sudah kunanti-nantikan dari mulai langit telah menghitam. Sms yang berasal dari dia. Orang yang selama ini diam-diam kukagumi. Atau—bisa dikatakan aku memiliki perasaan lain padanya. Suka? Entahlah.

Aku dengan cepat mengetikkan sms balasan untuknya. ‘Bca Novel, hehe. Km? :)’ Aku langsung memencet tombol send dan tak lama sms tersebut telah sampai padanya.

Bayangannya terlintas dipikiranku. Senyumnya yang memesona, wajahnya yang tampan, kecerdasannya di atas rata-rata, dan sikapnya yang sedikit dingin dan cuek. Menambahkan kharisma yang ia pancarkan.

‘Lho? Nggk ngapal PAI ya? Lg mnghapal surat terakhir yg amaat panjang.’ Aku mengukir sebuah senyuman. Membayangkan ekspresinya saat mengatakan isi sms itu. Sepertinya aku akan terus tersenyum-senyum sendiri saat membaca sms-sms masuk darinya. Tapi bukan berarti aku gila lho!
Aku terdiam sebentar. Benar juga. Besok ada test hapalan surat Al-Baqoroh ayat 177 beserta artinya. Satu ayat yang memang cukup panjang. Tapi, malam ini aku males banget menghapal. Membuka satu helai buku pelajaran pun enggan. Lebih asyik membaca novel.

‘Gk. Itu sih tar aja deh, pas pel KWN. Psti s’bpknya jg gk ada atau paling ngejelasin panjang lebar tnpa memedulikan muridnya, XD’

Setelah kukirimkan sms balasan tersebut, aku memfokuskan kembali pada sebuah novel di hadapanku.

‘Haha, iy jg yah. Jd males ngapalin nih.’ Lho? Dia bilang males? Ahaha, dia mau ikut-ikutan aku nih. Gak belajar.

‘Eits, tunggu! Jgn bilang km mw ikut2n aku. Belajar lg aja sana gih!’ Aku terkekeh saat mengetikkan sms itu. Asal aja merintah orang. Tapi, memang seharusnya hal-hal baik yang harus diikuti kan? Ini sih mengajak pada keburukan.

‘Nggk mau! :P. Biarin. Aku kan gampang ngehapal. Dlm 10 mnit pun bsa.’ Dasar! Nih anak masih sempat-sempatnya muji dirinya sendiri. Aku akui dia memang murid yang memiliki IQ sangat cerdas. Bahkan dia seharusnya masuk kelas akselerasi yang duduk di bangku SMA hanya dua tahun. Tapi dia menolak kesempatan emas itu dengan alasan tak bisa menikmati masa-masa SMA. Ada-ada saja!

‘Iya deh iya. Idih, PD bener sih nih anak. Mentang2 dpet juara 1 mulu.. -__-‘

Sms aku dan dia terus berlanjut sampai jam sembilan. Waktu yang tepat untuk mengistirahatkan tubuh dari seluruh aktivitas harian untuk anak-anak remaja. Aku sih tentu saja msih berkutat dengan buku novel yang kubaca. Tanggung banget. Lagi klimaks puncak nih. Setelah halaman terakhir kubaca, baru aku mau tidur.

Dua jam telah berlalu. Novel itu telah selesai kubaca. Novel yang mengisahkan tentang persahabatan antara lima orang remaja seusiaku yang berbeda gender. Tiga orang perempuan dan dua orang laki-laki. Sepasang dari mereka adalah kakak beradik. Dua orang dari mereka timbul perasaan suka satu sama lain. Tapi... sayang. Salah satu dari mereka tak ada yang berani untuk mengungkapkannya lebih dulu.

Awalnya aku mengira akhir cerita tersebut akan happyly ever after. Namun asumsiku salah. Mereka berdua tak akan pernah bersatu karena laki-lakinya telah bertunangan dengan wanita lain. Walaupun masing-masing dari mereka telah mengungkapkannya setelah tahun demi tahun berlalu. Tetap saja itu telah terlambat.

Semalaman rasa sedih terus menyelimutiku setelah membaca novel itu. Aku terlalu terhanyut. Tiba-tiba terlintas bayangannya. Orang itu. Harapanku tentang ia memiliki perasaan khusus padaku menghilang. Walaupun ia memilikinya, aku yakin ia tak akan mengungkapkannya. Dua orang dalam novel itu saja yang telah menjadi sahabat tak bisa saling jujur mengungkapkan perasaan masing-masing. Apalagi aku dan dia yang hanya akrab jika di sms atau dunia twitter saja. Ya, aku jarang sekali mengobrol dengannya di kelas.

Mungkinkah... aku bisa lebih dekat dengannya? Walau hanya sebatas teman dekatnya. Aku rela. Asalkan bisa terus berada di dekatnya sebagai teman baiknya.
~~~...~~~...~~~...~~~...~~~...~~~...~~~
##
~~~...~~~...~~~...~~~...~~~...~~~...~~~
Jam istirahat telah tiba. Saat ini, siswa-siswi kelas IPA 1 tak segera keluar kelas untuk mengisi perut mereka. Sang KM dan wakilnya maju ke depan kelas. Yang satu membawa keranjang merah kecil—yang biasa digunakan untuk menyimpan spidol-spidol kelas—dan yang satunya lagi menenteng sebuah buku tulis beserta pulpennya.

Mereka sedikit menjelaskan cara pergiliran tempat duduk dengan sobekan-sobekan kecil kertas yang telah ditulisi nomer tempat duduk. Ah, aku lupa kalau hari rabu lalu Bu Elis—wali kelasku—bilang kalau hari sabtu adalah hari penentuan tempat duduk yang baru. Mulai minggu depan posisi tempat duduk akan diubah secara bergilir tiap dua minggu sekali.

“Jika misalnya kalian mendapat angka satu, berarti posisi duduknya di tempat Reina lalu angka dua di tempat Lusi dan seterusnya. Seperti berhitung. Sekarang tiga orang secara bergiliran maju ke depan!” titahnya dengan nada tegas. Mereka berdua mengambil kertas tersebut. Tak lama aku, Fara—teman sebangkuku— dan Nita maju menghampiri Trisna dan Dia!—Hazri.

Aku sedikit gugup saat dekat dengannya. Aku asal ambil saja dan langsung kembali ke tempat semula. Biarlah. Aku tak peduli duduk di depan, tengah atau belakang. Yang penting itu menyimak apa yang guru sampaikan dengan sebaik mungkin. Hal yang membuatku penasaran kali ini adalah siapa yang akan menjadi teman sebangkuku selama dua minggu ke depan.

“Ya sudah selesai semua. Sekarang angkat tangan yang mendapat nomor 1!”

Aku melihat Robi mengangkat tangannya sambil menggerutu dengan wajah kusut. Jelas saja. Ia kan lebih suka duduk di jajaran paling belakang. Ia suka tidur di tengah-tengah guru yang sedang menerangkan. Duduk di depan menyebabkan ia tak bisa mencuri-curi kesempatan untuk tidur.
Ternyata banyak yang tadinya duduk di belakang mendapat tempat duduk di depan. Aku terkekeh geli saat melihat ekspresi-ekspresi yang mereka tunjukkan.

“18!” Aku sedikit tersentak saat disebutkan nomor itu. Langsung saja aku mengangkat lenganku.
Huft, nyaris saja aku tenggelam dengan alam pikirku. Bisa malu aku kalau sampai tadi tak segera mengangkat tangan.

Aku menghitung satu per satu bangku dari mulai bangku Reina. Tujuannya? Tentu untuk mengetahui dimana aku duduk. Hm... dua bangku dari belakang di sudut kiri. Sebangkuku yang mendapatkan nomor 17. Tadi siapa ya yang mendapatkan nomor itu? Perasaan tadi gak ada yang ngangkat tangannya deh. Jadi siapa ya?

Pencatatan itu terus berlanjut. Suasana kelas sedikit gaduh karena banyak yang memperbincangkan hal ini. Termasuk aku. Aku pun ingin menanyakan siapa teman yang akan duduk sebangku denganku selama dua minggu ke depan.

“Ra, yang dapet nomor 17 siapa sih?” tanyaku sembari menyikut pelan padanya. Ia mengalihkan pandangannya ke arahku. Ia berpikir sejenak. Terlihat dari alis kanannya yang sedikit terangkat.

Ia menopang dagu dengan tangan kanannya. Aku menatapnya lekat-lekat. Tak sabar menanti nama yang akan ia sebutkan. “Hm... kayaknya Hazri deh.”

Eh? Hazri? Apa?

Aku tertegun. Tak percaya dengan apa yang barusan kudengar. Jantungku berdegup kencang. Seketika desiran-desiran aneh menjalar ke seluruh sel-sel sarafku. Aku mencuri pandang ke arahnya yang masih memegang buku tulis sembari mencatat. Ini... bukan mimpi kan?

“Ah ya. Berarti kamu duduk dengannya.” Suara Fara menyadarkanku. Aku cepat-cepat mengalihkan tatapanku ke arah lain—ke arahnya.

“Mungkin,” jawabku. Aku masih ragu akan hal itu.

“Wah~ beruntung banget kamu Zie. Udah kamunya pinter, duduk sama juara umum lagi. Eh berarti dia juara satu dan kamu juara tiga kan waktu kelas X-2?” komentarnya.

Aku mengangguk pelan sembari memamerkan sebuah cengira padanya. “Hehe.”

Entahlah, aku tak bisa berkomentar apapun saat ini.

“Selesai. Sekarang kalian bisa menghabiskan waktu istirahat kalian,” ucap Trisna yang langsung disusul oleh keluarnya siswa-siswi dari dalam kelas.

“Zie, kantin yuk!” ajaknya. Aku mengangguk pelan lalu mengikuti Fara yang telah berjalan lebih dulu. Aku berjalan beriringan dengannya. Sebuah senyuman terukir di sudut bibirku.

Sepertinya dua minggu ke depan aku bisa mulai mengakrabkan diri dengannya. Bisa duduk berdampingan dengannya. Juga... bisa menatapnya dalam jarak dekat dan berkomunikasi langsung dengannya. Secercah harapan untuk menjadi seseorang baginya ada di depan mata. Thanks God!

~~~...~~~...~~~...~~~...~~~...~~~...~~~
_The End(?)_
~~~...~~~...~~~...~~~...~~~...~~~...~~~

Hihihi, jadi juga cerpen ini. Aku mungkin akan membuat lanjutannya di cerpen lain. Tapi masih kemungkinan sih. XD
Oh iya, ada yang merasacerita ini sama dengan kalian gak? Yang baca, mohon sempetin buat kasih feedback yah... :))

Your Reply